EISTIMOLOGI PENDIDIKAN

Jika kita mempelajari filsafat ilmu, kita pasti akan  menjumpai istilah “Epistemologi”. Yang merupakan salah satu cabang ilmu filsafat. Dan karena Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas dan metode, dan kesahihan pengetahuan. sehingga dalam kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai ap sih epistimologi itu sendiri. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran  yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah. Oleh karena itu, epistimologi sangat berperan dalam peradaban dunia, dengan epistimologi seseorang bisa menciptakan segala sesuatu.
Epistemologi, berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Secara sederhana epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Pengetahuan dalam arti sebuah usaha yang dilakukan secara sadar baik dalam proses atau penarikan kesimpulan mengenai kebenaran suatu hal. Kebenaran dalam kajian ini lebih dari sebuah eksistensi mengingat banyakanya kemungkinan pendapat yang muncul mengenai nilai dari suatu objek dalam filsafat Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.
Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedaan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi. Pengertian lain, mengenai epistemologi menyatakan bahwa epistimologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana mendapatkan pengetahuan atau lebih menitikberatkan pada sebuah proses penecarian ilmu: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005). Pengetahuan terbagi menjadi dua bagian yaitu “pengetahuan Ilmiah dan pengetahuan Biasa”. Pengetahuan Biasa (knowledge) diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan pikiran, pengalaman, pancaindera dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara dan kegunaannya. Sedangkan “Pengetahuan Ilmiah” (science) juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek, cara yang digunakan dan kegunaan dari pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memperhatikan obyek ontologis, landasan epistemologis dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri.
1.      Pengertian epistimologi menurut beberapa ahli
a.       Menurut Musa Asy’arie.
epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
b.      P.Hardono Hadi
 Menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki
c.       D.W Hamlyn
 Mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan
d.      Dagobert D.Runes
epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
e.       A.M Saefuddin menyebutkan,
     Bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikat-nya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya.
Semua pertanyaan itu dapat diringkas menjadi dua masalah pokok yaitu  masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. .  Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif.  Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan usaha membuktikan berkaitan dengan induksi. Selain itu sumber  dari pengetahuan ialah, al-qur’an dan hadis, ajaran para nabi, cahaya yang disusupkan Allah kedalam hati seseorang, ilham, panca indra dan pengalaman. Dan Tiga persoalan pokok epistemologi.
1.      Apakah sumber-sumber pengetahuan itu ?
2.       Apakah sumber-sumber pengetahuan itu ?
3.      Apakah pengetahuan kita itu benar dan valid?
A.     Sejarah Epistimologi
.Pranarka menyatakan bahwa sejarah epistemologi dimulai pada zaman Yunani kuno, ketika orang mulai mempertanyakan secara sadar mengenai pengetahuan dan merasakan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang amat penting yang dapat menentukan hidup dan kehidupan manusia.
Pandangan itu merupakan tradisi masyarakat dan kebudayaan Athena. Tradisi dan kebudayaan Spharta, lebih melihat kemauan dan kekuatan sebagai satu-satunya faktor. Athena mungkin dapat dipandang sebagai basisnya intelektualisme dan Spharta merupakan basisnya voluntarisme.
Zaman Romawi tidak begitu banyak menunjukkan perkembangan pemikiran mendasar sistematik mengenai pengetahuan. Hal itu terjadi karena alam pikiran Romawi adalah alam pikiran yang sifatnya lebih pragmatis dan ideologis.
Masuknya agama Nasrani ke Eropa memacu perkembangan epistemologi lebih lanjut, khususnya karena terdapat masalah hubungan antara pengetahuan samawi dan pengetahuan manusiawi, pengetahuan supranatural dan pengetahuan rasional-natural-intelektual, antara iman dan akal.  Kaum agama di satu pihak mengatakan bahwa pengetahuan manusiawi harus disempurnakan dengan pengetahuan fides, sedang kaum intelektual mengemukakan bahwa iman adalah omong kosong kalau tidak terbuktikan oleh akal.  Situasi ini menimbulkan tumbuhnya aliran Skolastik yang cukup banyak perhatiannya pada masalah epistemologi, karena berusaha untuk menjalin paduan sistematik antara pengetahuan dan ajaran samawi di satu pihak, dengan pengetahuan dan ajaran manusiawi intelektual-rasional di lain pihak.
Pada fase inilah terjadi pertemuan dan sekaligus juga pergumulan antara Hellenisme dan Semitisme. Kekuasaan keagamaan yang tumbuh berkembang selama abad pertengahan Eropa tampaknya menyebabkan terjadinya supremasi Semitik di atas alam pikiran Hellenistik.  Di lain pihak, orang merasa dapat memadukan Hellenisme yang bersifat manusiawi intelektual dengan ajaran agama yang bersifat samawi-supernatural. Dari sinilah tumbuh Rasionalisme, Empirisme, Idelisme, dan Positivisme yang kesemuanya memberikan perhatian yang amat besar terhadap problem pengetahuan. Selanjutnya, Pranarka menjelaskan bahwa zaman modern ini telah membangkitkan gerakan Aufklarung, suatu gerakan yang meyakini bahwa dengan bekal pengetahuan, manusia secara natural akan mampu membangun tata dunia yang sempurna.
Optimisme yang kelewat dari Aufklarung serta perpecahan dogmatik doktriner antara berbagai macam aliran sebagai akibat dari pergumulan epistemologi modern yang menjadi multiplikatif telah menghasilkan suasana krisi budaya. Semua itu menunjukkan bahwa perkembangan epistemologi tampaknya berjalan di dalam dialektika antara pola absolutisasi dan pola relativisasi, di mana lahir aliran-aliran dasar seperti skeptisisme, dogmatisme, relativisme, dan realisme. Namun, di samping itu, tumbuh pula kesadaran bahwa pengetahuan itu adalah selalu pengetahuan manusia. Bukan intelek atau rasio yang mengetahui, manusialah yang mengetahui. Kebenaran dan kepastian adalah selalu kebenaran dan kepastian di dalam hidup dan kehidupan manusia.
B.      Landasan filsafat epistimologi
1.      Epistimologi
Epistemologi adalah landasan ilmu yang mempersoalkan hakikat dan ruang lingkup dari pengetahuan. Ia berasal dari istilah Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang artinya teori; jadi epistemologi secara terminologi dapat dipahami sebagai teori tentang pengetahuan. Epistemologi mempertanyakan berbagai persoalan seputar pengetahuan, seperti: Apa sumber pengetahuan dan dari mana pengetahuan itu didapatkan? Apa sifat dasar dari pengetahuan? Serta apakah pengetahuan itu benar, atau bagaimanakah kita membedakan yang benar dari pengetahuan salah?
Secara general, aliran dalam Epistemologi terbagi menjadi dua, pertama Rasionalisme atau Idealisme, dan kedua Empirisme atau Realisme. Yang pertama menekankan pada pentingnya peran ‘akal’ dan ‘idea’ sebagai sumber ilmu pengetahuan, sedangkan panca indera dinomorduakan. Sedangkan aliran kedua berbicara tentang penekanan ‘indera’ dan ‘pengalaman’ sebagai sumber sekaligus alat dalam memperoleh pengetahuan. Kedua kelompok ini saling bersitegang, hingga munculnya aliran ketiga, yaitu Rasionalisme Kritis yang menekankan adanya kategori sintesis yakni perpaduan antara kedua sumber pengetahuan (akal dan rasio) dalam sebuah ilmu pengetahuan. (Abdullah,dkk, 1995)
Obyek Material dari Epistemologi adalah pengetahuan itu sendiri, sedangkan hakikat pengetahuan adalah obyek formal yang menjadi pembahasan inti dari Epistemologi. Secara umum dapat dikatakan bahwa epistemologi membahas apa yang disebut sebagai pengetahuan dan ‘kebenaran ilmiah’ dari pengetahuan tersebut, yang membedakannya dengan pengetahuan karena ‘kepercayaan’, yang disebut Mustansyir sebagai pengetahuan nir-ilmiah.
2.      Ontologi
Pembicaraan tentang Ontologi berkisar pada persoalan bagaimanakah kita menerangkan tentang hakekat dari segala sesuatu? Perbincangan tentang hakekat berarti tentang kenyataan yang sebenarnya, bukanlah kenyataan semu ataupun kenyataan yang mudah berubah-ubah. Para filosof terutama era klasik dan pertengahan berbicara mengenai pengertian apa itu Ontologi? Secara etimologi, Ontologi berasal dari kata Yunani, On=being, dan Logos=logic. Sehingga Ontologi dapat dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ia berusaha mencari inti dari setiap kenyataan. (Muhajir, 2001: hlm. 57)
Bagi Sidi Gazalba Ontologi adalah dasar dari Filsafat yang membahas tentnag sifat dan keadaan terakhir dari suatu kenyataan. Sebab itulah Ontologi disebut pula sebagai ilmu hakikat. Sementara itu, Amtsal Bakhtiar menyimpulkan bahwa Ontologi tidak lain adalah “Ilmu yang membahastentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak” (Bakhtiar, 2009: hlm.134)
3.      Aksiologi
Aksiologi, secara etimologi berasal dari kata axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Sehingga Aksiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang menjadikan kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai sebagai problem bahasannya. Nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah “Sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai” (Bakhtiar, 2009) Dengan demikian, obyek formal dari Aksiologi adalah nilai itu sendiri.
Dari pengertian terminologi di atas, pembahasan Aksiologi terdiri atas beberapa faktor penting di dalamnya.
Pertama, Aksiologi membahas tentang kodrat suatu nilai, atau dengan kata lain pertama-tama Aksiologi membicarakan apa hakikat terdalam dari suatu nilai. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, para filosof memiliki jawaban beragam. Misalnya, Spinoza menganggap bahwa nilai berasal dari ‘keinginan’, Immanuel Kant melihat nilai berasal dari keinginan akal budi murni, sedangkan Hobbes berujar bahwa nilai adalah entitas yang didasarkan atas keinginan manusia untuk menang (survival of the fittest) sedangkan kaum Pragmatis seperti William James melihat nilai berasal dari relasi antara sesuatu (hal/benda) dengan tujuan praktis kehidupan manusia.
Kedua, Aksiologi memperdebatkan perbedaan jenis dari suatu nilai. Secara umum, pemikiran tentang perbedaan jenis membedakan nilai dari yang intrinsik, yaitu nilai yang berada di dalam diri suatu benda (atau peristiwa) dan nilai yang instrumental, yaitu nilai yang muncul hanya karena entitas/sifat tersebut dilekatkan pada suatu benda (atau peristiwa). Secara sederhana, keduanya dapat dimisalkan pada nilai alat pemotong dari sebuah pisau disebut sebagai nilai intrinsik, sedangkan alat untuk mempertahankan diri dari serangan musuh adalah nilai instrumental yang hanya akan muncul jika dilekatkan pada sebuah pisau.
Ketiga, Aksiologi juga berbicara pada kriteria dari suatu nilai, yakni kadar ukuran yang digunakan untuk meletakkan nilai pada suatu benda atau peristiwa. Bagi kaum Positivis kadar keobjektifan suatu tindakan atau suatu pemikiran menjadi ukuran nilai suatu peristiwa. Sedangkan seorang Hedonist melihat kesenangan manusia adalah nilai tertinggi yang ingin didapatkan manusia. Sedangkan seorang penganut intuitif melihat pengalaman langsung sebagai kadar paling tinggi dari sebuah tindakan manusia.
C.     Tujuan mempelajari Epistimologi
Epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Epistemologi juga bermaksud mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan itu. Epistemologi juga mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan obyektivitasnya.
Dari maksud itu, maka Epistemologi dapat dinyatakan suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normative, dan kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai. Epsitemologi menilai apakah keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengatahuan dapat dibenarkan, diajamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar.
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut. Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika pengetahuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama hanya berorientasi pada hasil, sedangkan keadaan kedua lebih berorientasi pada proses. Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentu akan dapat mengetahui hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya, acapkali tidak mengetahui prosesnya. Guru dapat mengajarkan kepada siswanya bahwa dua kali tiga sama dengan enam (2 x 3 = 6) dan siswa mengetahui, bahkan hafal. Namun, siswa yang cerdas tidak pernah puas dengan pengetahuan dan hafalan itu. Dia tentu akan mengejar bagaimana prosesnya, dua kali tiga didapatkan hasil enam. Maka guru yang profesional akan menerangkan proses tersebut secara rinci dan mendetail, sehingga siswa benar-benar mampu memahaminya dan mampu mengembangkan perkalian angka-angka lainnya.  Mengapa mempelajari Epistimologi?
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa epistemologi perlu dipelajari.
1.      Pertimbangan Strategis:
Pengetahuan adalah kekuasaan (Knoledge is power). Pengetahuan mempunyai daya kekuatan untuk mengubah keadaan. “Apabila pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah dan akan terus membentuk kebudayaan, menggerakan dan mengubah dunia, sudah semestinyalah apabila kita berusaha memahami apa itu pengethauan, apa sifat dan hakikatnya , apa daya dan ketebatasnnya, apa kemungkinan permasalahannya.
Kajian epistemologis perlu karena pengetahuan sendiri merupakan hal yang secara strategis penting bagi hidup manusia. Strategi berkenaan dengan bagaimana mengelola kekuasaan atau daya kekuatan yang ada. Sehingga tujuan dapat tercapai. Pengetahuan pada dasarnya adalah suatu kekuasaan atau daya. Sudah sejak Francis Bacon (1561-1626) orang disadarkan akan kenyataan bahwa pengetahuan adalah suatu kekuasaan (knowledge is power). Pengetahuan mempunyai daya kekuatan untuk mengubah keadaan. Seperti yang dikatakan Pranarka: “Apabila pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah dan akan terus membentuk kebudayaan, mneggerakkan dan mengubah dunia, sudah semestinyalah apabila kita berusaha memahamii apa itu pengetahuan, apa sifat dan hakikatnya, apa daya dan keterbatasannnya, apa kemungkinan dan permasalahannya.” Pertanyaan-pertanyaan asasi tentang pengetahuan seperti itu dicoba untuk dijawab oleh epistemologi
2.        Pertimbangan Kebudayaan:
Mempelajari epistemology diperlukan pertama-tama untuk mengungkap pandangan epistemologis yang sesungguhnya ada dan terkandung dalam setiap kebudayaan. Setiap kebudayaan, entah secara implicit ataupun ekplisit, entah hanya lisan atau tulisan , entah secara sistematis ataupun tidak, selalu memuat pandangan tentang pengetahuan.
Pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan. Pengetahuan memegang peran penting. Berkat pengetahuan, manusia dapat mengolah dan mendayagunakan alam lingkungannya. Ia juga dapat mengenali permasalahan yang dihadapi, menganalisis, menafsirkan pengalaman dan peristiwa-peristiwa yang dihadapinya, menilai situasi serta mengambil keputusan untuk berkegiatan.
Dari segi pertimbangan kebudayaan, memperlajari epistemologi diperlukan pertama-pertama untuk mengungkap pandangan epistemologis yang sesungguhnya ada dari kandungan dalam setiap kebudayaan. Setiap kebudayaan, entah implisit atau eksplisit, entah hanya secara lisan atau tulisan, entah secara sistematis ataupun tidak, selalu memuat pandangan penting tentang pengetahuan berikut arti dan pentingnya dalam kehidupan manusia.  Pertimbangan pendidikan: berdasarkan pertimbangan pendidikan epistemology perlu dipelajarai karena manfaatnya untuk bidang pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membantu peserta didik mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan ketrampilan hidup, tidak dapat lepas dari penguasaan pengetahuan. Proses Belajar Mengajar dalam konteks pendidikan selalau memuat unsure penyampaian pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai.
3.      Pertimbangan pendidikan
Epistemologi perlu dipelajari karena manfaatnya untuk bidang pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membantu peserta didik mengembangkan pandangan hidup, serta sikap hidup dan keterampilan hidup, tidak dapat lepas dari penguasaan pengetahuan.

Pengetahuan tentang peta ilmu, sejarah perkembangannya, sifat hakiki, dan cara kerja ilmu yang diandikan dimiliki oleh mereka yang mau mengelola pendidikan merupakan pokok bahasan dalam kajian epistemologi. Manfaat belajar Epistemologi Mhs atau calon sarjana memahami proses pengetahuan yang benar dan kepastian yang dipakai dalam memperoleh kebenaran itu agar pemahaman tentang pengetahuannya menjadi utuh. Mhs atau calon sarjana memahami proses pengetahuan yang benar dan kepastian yang dipakai dalam memperoleh kebenaran itu agar pemahaman tentang pengetahuannya menjadi utuh. Pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah membentuk peradaban manusia, tetapi manusia harus tahu hakikat dan sifat pengetahuan, sehingga kita dpt menentukan sikap dan mempergunakannya dg semestinya. kien.Al-yzyan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Moral di SD

PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA LOKAL