EISTIMOLOGI PENDIDIKAN
Jika kita
mempelajari filsafat ilmu, kita pasti akan
menjumpai istilah “Epistemologi”. Yang merupakan salah satu cabang ilmu
filsafat. Dan karena Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas dan metode,
dan kesahihan pengetahuan. sehingga dalam kesempatan kali ini akan dibahas
lebih lanjut mengenai ap sih epistimologi itu sendiri. Manusia pada dasarnya
adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang
sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan
bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut
juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk
mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran yang bersifat
semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur
dengan cara-cara ilmiah. Oleh karena itu, epistimologi sangat berperan dalam
peradaban dunia, dengan epistimologi seseorang bisa menciptakan segala sesuatu.
Epistemologi, berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Secara sederhana epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Pengetahuan dalam arti sebuah usaha yang dilakukan secara sadar baik dalam proses atau penarikan kesimpulan mengenai kebenaran suatu hal. Kebenaran dalam kajian ini lebih dari sebuah eksistensi mengingat banyakanya kemungkinan pendapat yang muncul mengenai nilai dari suatu objek dalam filsafat Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.
Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedaan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi. Pengertian lain, mengenai epistemologi menyatakan bahwa epistimologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana mendapatkan pengetahuan atau lebih menitikberatkan pada sebuah proses penecarian ilmu: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005). Pengetahuan terbagi menjadi dua bagian yaitu “pengetahuan Ilmiah dan pengetahuan Biasa”. Pengetahuan Biasa (knowledge) diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan pikiran, pengalaman, pancaindera dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara dan kegunaannya. Sedangkan “Pengetahuan Ilmiah” (science) juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek, cara yang digunakan dan kegunaan dari pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memperhatikan obyek ontologis, landasan epistemologis dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri.
Epistemologi, berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Secara sederhana epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Pengetahuan dalam arti sebuah usaha yang dilakukan secara sadar baik dalam proses atau penarikan kesimpulan mengenai kebenaran suatu hal. Kebenaran dalam kajian ini lebih dari sebuah eksistensi mengingat banyakanya kemungkinan pendapat yang muncul mengenai nilai dari suatu objek dalam filsafat Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.
Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedaan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi. Pengertian lain, mengenai epistemologi menyatakan bahwa epistimologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana mendapatkan pengetahuan atau lebih menitikberatkan pada sebuah proses penecarian ilmu: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005). Pengetahuan terbagi menjadi dua bagian yaitu “pengetahuan Ilmiah dan pengetahuan Biasa”. Pengetahuan Biasa (knowledge) diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan pikiran, pengalaman, pancaindera dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara dan kegunaannya. Sedangkan “Pengetahuan Ilmiah” (science) juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek, cara yang digunakan dan kegunaan dari pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memperhatikan obyek ontologis, landasan epistemologis dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri.
1.
Pengertian
epistimologi menurut beberapa ahli
a.
Menurut
Musa Asy’arie.
epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
b.
P.Hardono
Hadi
Menyatakan, bahwa
epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan
kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki
c.
D.W
Hamlyn
Mendefinisikan
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu
dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan
d.
Dagobert
D.Runes
epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber,
struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
e.
A.M
Saefuddin menyebutkan,
Bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang
harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa
hakikat-nya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya.
Semua pertanyaan itu dapat diringkas menjadi dua masalah
pokok yaitu masalah sumber ilmu dan
masalah benarnya ilmu. . Epistemologi
ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang
senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat
umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif.
Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk
ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan
induktif. Pada bagian lain dikatakan,
bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir
secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut
digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab
secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari
alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk
menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain
dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional,
sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini
juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi,
sedangkan usaha membuktikan berkaitan dengan induksi. Selain itu sumber dari pengetahuan ialah, al-qur’an dan hadis,
ajaran para nabi, cahaya yang disusupkan Allah kedalam hati seseorang, ilham,
panca indra dan pengalaman. Dan Tiga persoalan pokok epistemologi.
1.
Apakah
sumber-sumber pengetahuan itu ?
2.
Apakah sumber-sumber pengetahuan itu ?
3.
Apakah
pengetahuan kita itu benar dan valid?
A.
Sejarah Epistimologi
.Pranarka menyatakan bahwa sejarah epistemologi dimulai pada
zaman Yunani kuno, ketika orang mulai mempertanyakan secara sadar mengenai
pengetahuan dan merasakan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang amat penting
yang dapat menentukan hidup dan kehidupan manusia.
Pandangan itu merupakan tradisi masyarakat dan kebudayaan
Athena. Tradisi dan kebudayaan Spharta, lebih melihat kemauan dan kekuatan
sebagai satu-satunya faktor. Athena mungkin dapat dipandang sebagai basisnya
intelektualisme dan Spharta merupakan basisnya voluntarisme.
Zaman
Romawi tidak begitu banyak menunjukkan perkembangan pemikiran mendasar
sistematik mengenai pengetahuan. Hal itu terjadi karena alam pikiran Romawi
adalah alam pikiran yang sifatnya lebih pragmatis dan ideologis.
Masuknya
agama Nasrani ke Eropa memacu perkembangan epistemologi lebih lanjut, khususnya
karena terdapat masalah hubungan antara pengetahuan samawi dan pengetahuan
manusiawi, pengetahuan supranatural dan pengetahuan
rasional-natural-intelektual, antara iman dan akal. Kaum agama di satu pihak mengatakan
bahwa pengetahuan manusiawi harus disempurnakan dengan pengetahuan fides,
sedang kaum intelektual mengemukakan bahwa iman adalah omong kosong kalau tidak
terbuktikan oleh akal. Situasi
ini menimbulkan tumbuhnya aliran Skolastik yang cukup banyak perhatiannya pada
masalah epistemologi, karena berusaha untuk menjalin paduan sistematik antara
pengetahuan dan ajaran samawi di satu pihak, dengan pengetahuan dan ajaran
manusiawi intelektual-rasional di lain pihak.
Pada
fase inilah terjadi pertemuan dan sekaligus juga pergumulan antara Hellenisme
dan Semitisme. Kekuasaan keagamaan yang tumbuh berkembang selama abad
pertengahan Eropa tampaknya menyebabkan terjadinya supremasi Semitik di atas
alam pikiran Hellenistik. Di lain
pihak, orang merasa dapat memadukan Hellenisme yang bersifat manusiawi
intelektual dengan ajaran agama yang bersifat samawi-supernatural. Dari sinilah
tumbuh Rasionalisme, Empirisme, Idelisme, dan Positivisme yang kesemuanya
memberikan perhatian yang amat besar terhadap problem pengetahuan. Selanjutnya,
Pranarka menjelaskan bahwa zaman modern ini telah membangkitkan gerakan
Aufklarung, suatu gerakan yang meyakini bahwa dengan bekal pengetahuan, manusia
secara natural akan mampu membangun tata dunia yang sempurna.
Optimisme
yang kelewat dari Aufklarung serta perpecahan dogmatik doktriner antara
berbagai macam aliran sebagai akibat dari pergumulan epistemologi modern yang
menjadi multiplikatif telah menghasilkan suasana krisi budaya. Semua itu
menunjukkan bahwa perkembangan epistemologi tampaknya berjalan di dalam
dialektika antara pola absolutisasi dan pola relativisasi, di mana lahir
aliran-aliran dasar seperti skeptisisme, dogmatisme, relativisme, dan realisme.
Namun, di samping itu, tumbuh pula kesadaran bahwa pengetahuan itu adalah
selalu pengetahuan manusia. Bukan intelek atau rasio yang mengetahui,
manusialah yang mengetahui. Kebenaran dan kepastian adalah selalu kebenaran dan
kepastian di dalam hidup dan kehidupan manusia.
B.
Landasan filsafat epistimologi
1.
Epistimologi
Epistemologi adalah landasan ilmu
yang mempersoalkan hakikat dan ruang lingkup dari pengetahuan. Ia berasal dari
istilah Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang artinya
teori; jadi epistemologi secara terminologi dapat dipahami sebagai teori
tentang pengetahuan. Epistemologi mempertanyakan berbagai persoalan seputar
pengetahuan, seperti: Apa sumber pengetahuan dan dari mana pengetahuan itu
didapatkan? Apa sifat dasar dari pengetahuan? Serta apakah pengetahuan itu
benar, atau bagaimanakah kita membedakan yang benar dari pengetahuan salah?
Secara general, aliran dalam
Epistemologi terbagi menjadi dua, pertama Rasionalisme atau Idealisme, dan
kedua Empirisme atau Realisme. Yang pertama menekankan pada pentingnya peran
‘akal’ dan ‘idea’ sebagai sumber ilmu pengetahuan, sedangkan panca indera
dinomorduakan. Sedangkan aliran kedua berbicara tentang penekanan ‘indera’ dan
‘pengalaman’ sebagai sumber sekaligus alat dalam memperoleh pengetahuan. Kedua
kelompok ini saling bersitegang, hingga munculnya aliran ketiga, yaitu
Rasionalisme Kritis yang menekankan adanya kategori sintesis yakni perpaduan
antara kedua sumber pengetahuan (akal dan rasio) dalam sebuah ilmu pengetahuan.
(Abdullah,dkk, 1995)
Obyek Material dari Epistemologi
adalah pengetahuan itu sendiri, sedangkan hakikat pengetahuan adalah obyek
formal yang menjadi pembahasan inti dari Epistemologi. Secara umum dapat
dikatakan bahwa epistemologi membahas apa yang disebut sebagai pengetahuan dan
‘kebenaran ilmiah’ dari pengetahuan tersebut, yang membedakannya dengan
pengetahuan karena ‘kepercayaan’, yang disebut Mustansyir sebagai pengetahuan
nir-ilmiah.
2.
Ontologi
Pembicaraan tentang Ontologi
berkisar pada persoalan bagaimanakah kita menerangkan tentang hakekat dari segala
sesuatu? Perbincangan tentang hakekat berarti tentang kenyataan yang
sebenarnya, bukanlah kenyataan semu ataupun kenyataan yang mudah berubah-ubah.
Para filosof terutama era klasik dan pertengahan berbicara mengenai pengertian
apa itu Ontologi? Secara etimologi, Ontologi berasal dari kata Yunani,
On=being, dan Logos=logic. Sehingga Ontologi dapat dipahami sebagai ilmu yang
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ia
berusaha mencari inti dari setiap kenyataan. (Muhajir, 2001: hlm. 57)
Bagi Sidi Gazalba Ontologi adalah
dasar dari Filsafat yang membahas tentnag sifat dan keadaan terakhir dari suatu
kenyataan. Sebab itulah Ontologi disebut pula sebagai ilmu hakikat. Sementara
itu, Amtsal Bakhtiar menyimpulkan bahwa Ontologi tidak lain adalah “Ilmu yang
membahastentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak” (Bakhtiar, 2009: hlm.134)
3.
Aksiologi
Aksiologi, secara etimologi berasal
dari kata axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Sehingga
Aksiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang menjadikan kodrat, kriteria, dan
status metafisik dari nilai sebagai problem bahasannya. Nilai yang dimaksud
dalam hal ini adalah “Sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai” (Bakhtiar, 2009) Dengan demikian, obyek
formal dari Aksiologi adalah nilai itu sendiri.
Dari pengertian terminologi di atas,
pembahasan Aksiologi terdiri atas beberapa faktor penting di dalamnya.
Pertama, Aksiologi membahas tentang
kodrat suatu nilai, atau dengan kata lain pertama-tama Aksiologi membicarakan
apa hakikat terdalam dari suatu nilai. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, para
filosof memiliki jawaban beragam. Misalnya, Spinoza menganggap bahwa nilai
berasal dari ‘keinginan’, Immanuel Kant melihat nilai berasal dari keinginan
akal budi murni, sedangkan Hobbes berujar bahwa nilai adalah entitas yang
didasarkan atas keinginan manusia untuk menang (survival of the fittest)
sedangkan kaum Pragmatis seperti William James melihat nilai berasal dari
relasi antara sesuatu (hal/benda) dengan tujuan praktis kehidupan manusia.
Kedua, Aksiologi memperdebatkan
perbedaan jenis dari suatu nilai. Secara umum, pemikiran tentang perbedaan
jenis membedakan nilai dari yang intrinsik, yaitu nilai yang berada di dalam
diri suatu benda (atau peristiwa) dan nilai yang instrumental, yaitu nilai yang
muncul hanya karena entitas/sifat tersebut dilekatkan pada suatu benda (atau
peristiwa). Secara sederhana, keduanya dapat dimisalkan pada nilai alat
pemotong dari sebuah pisau disebut sebagai nilai intrinsik, sedangkan alat
untuk mempertahankan diri dari serangan musuh adalah nilai instrumental yang
hanya akan muncul jika dilekatkan pada sebuah pisau.
Ketiga, Aksiologi juga berbicara
pada kriteria dari suatu nilai, yakni kadar ukuran yang digunakan untuk
meletakkan nilai pada suatu benda atau peristiwa. Bagi kaum Positivis kadar
keobjektifan suatu tindakan atau suatu pemikiran menjadi ukuran nilai suatu
peristiwa. Sedangkan seorang Hedonist melihat kesenangan manusia adalah nilai
tertinggi yang ingin didapatkan manusia. Sedangkan seorang penganut intuitif
melihat pengalaman langsung sebagai kadar paling tinggi dari sebuah tindakan
manusia.
C.
Tujuan
mempelajari Epistimologi
Epistemologi
bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari
pengetahuan manusia. Epistemologi juga bermaksud mengkaji
pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya
pengetahuan itu. Epistemologi juga mencoba memberi pertanggungjawaban rasional
terhadap klaim kebenaran dan obyektivitasnya.
Dari
maksud itu, maka Epistemologi dapat dinyatakan suatu disiplin ilmu yang
bersifat evaluatif, normative, dan kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai.
Epsitemologi menilai apakah keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori
pengatahuan dapat dibenarkan, diajamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang
dapat dipertanggungjawabkan secara nalar.
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau
teori pengetahuan yang pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek
tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa
“segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang
menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang
harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan
bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak
terarah sama sekali.
Selanjutnya,
apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut. Jacques Martain
mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang
memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi
bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari,
akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah
lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh
pengetahuan.
Rumusan
tujuan epistemologi tersebut
memiliki makna strategis dalam dinamika pengetahuan. Rumusan tersebut
menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar
memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh
pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif,
sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama
hanya berorientasi pada hasil, sedangkan keadaan kedua lebih berorientasi pada
proses. Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentu akan dapat mengetahui
hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya, acapkali tidak mengetahui
prosesnya. Guru dapat mengajarkan kepada siswanya bahwa dua kali tiga sama
dengan enam (2 x 3 = 6) dan siswa mengetahui, bahkan hafal. Namun, siswa yang cerdas tidak pernah puas dengan
pengetahuan dan hafalan itu. Dia tentu akan mengejar bagaimana prosesnya, dua kali
tiga didapatkan hasil enam. Maka guru yang profesional akan menerangkan proses
tersebut secara rinci dan mendetail, sehingga siswa benar-benar mampu
memahaminya dan mampu mengembangkan perkalian angka-angka lainnya. Mengapa
mempelajari Epistimologi?
Sekurang-kurangnya
ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa epistemologi perlu dipelajari.
1. Pertimbangan Strategis:
Pengetahuan
adalah kekuasaan (Knoledge is power). Pengetahuan mempunyai daya kekuatan untuk
mengubah keadaan. “Apabila pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah dan
akan terus membentuk kebudayaan, menggerakan dan mengubah dunia, sudah
semestinyalah apabila kita berusaha memahami apa itu pengethauan, apa sifat dan
hakikatnya , apa daya dan ketebatasnnya, apa kemungkinan permasalahannya.
Kajian
epistemologis perlu karena pengetahuan sendiri merupakan hal yang secara
strategis penting bagi hidup manusia. Strategi berkenaan dengan bagaimana
mengelola kekuasaan atau daya kekuatan yang ada. Sehingga tujuan dapat
tercapai. Pengetahuan pada dasarnya adalah suatu kekuasaan atau daya. Sudah
sejak Francis Bacon (1561-1626) orang disadarkan akan kenyataan bahwa
pengetahuan adalah suatu kekuasaan (knowledge is power). Pengetahuan mempunyai
daya kekuatan untuk mengubah keadaan. Seperti yang dikatakan Pranarka: “Apabila
pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah dan akan terus membentuk
kebudayaan, mneggerakkan dan mengubah dunia, sudah semestinyalah apabila kita
berusaha memahamii apa itu pengetahuan, apa sifat dan hakikatnya, apa daya dan
keterbatasannnya, apa kemungkinan dan permasalahannya.” Pertanyaan-pertanyaan
asasi tentang pengetahuan seperti itu dicoba untuk dijawab oleh epistemologi
2.
Pertimbangan Kebudayaan:
Mempelajari
epistemology diperlukan pertama-tama untuk mengungkap pandangan epistemologis
yang sesungguhnya ada dan terkandung dalam setiap kebudayaan. Setiap
kebudayaan, entah secara implicit ataupun ekplisit, entah hanya lisan atau
tulisan , entah secara sistematis ataupun tidak, selalu memuat pandangan
tentang pengetahuan.
Pengetahuan
merupakan salah satu unsur kebudayaan. Pengetahuan memegang peran penting.
Berkat pengetahuan, manusia dapat mengolah dan mendayagunakan alam
lingkungannya. Ia juga dapat mengenali permasalahan yang dihadapi,
menganalisis, menafsirkan pengalaman dan peristiwa-peristiwa yang dihadapinya,
menilai situasi serta mengambil keputusan untuk berkegiatan.
Dari
segi pertimbangan kebudayaan, memperlajari epistemologi diperlukan
pertama-pertama untuk mengungkap pandangan epistemologis yang sesungguhnya ada
dari kandungan dalam setiap kebudayaan. Setiap kebudayaan, entah implisit atau
eksplisit, entah hanya secara lisan atau tulisan, entah secara sistematis
ataupun tidak, selalu memuat pandangan penting tentang pengetahuan berikut arti
dan pentingnya dalam kehidupan manusia. Pertimbangan
pendidikan: berdasarkan pertimbangan pendidikan epistemology perlu dipelajarai
karena manfaatnya untuk bidang pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk
membantu peserta didik mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan
ketrampilan hidup, tidak dapat lepas dari penguasaan pengetahuan. Proses
Belajar Mengajar dalam konteks pendidikan selalau memuat unsure penyampaian
pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai.
3.
Pertimbangan
pendidikan
Epistemologi
perlu dipelajari karena manfaatnya untuk bidang pendidikan. Pendidikan sebagai
usaha sadar untuk membantu peserta didik mengembangkan pandangan hidup, serta
sikap hidup dan keterampilan hidup, tidak dapat lepas dari penguasaan
pengetahuan.
Pengetahuan
tentang peta ilmu, sejarah perkembangannya, sifat hakiki, dan cara kerja ilmu
yang diandikan dimiliki oleh mereka yang mau mengelola pendidikan merupakan
pokok bahasan dalam kajian epistemologi. Manfaat belajar Epistemologi Mhs atau calon sarjana memahami
proses pengetahuan yang benar dan kepastian yang dipakai dalam memperoleh
kebenaran itu agar pemahaman tentang pengetahuannya menjadi utuh. Mhs atau
calon sarjana memahami proses pengetahuan yang benar dan kepastian yang dipakai
dalam memperoleh kebenaran itu agar pemahaman tentang pengetahuannya menjadi
utuh. Pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah membentuk peradaban manusia,
tetapi manusia harus tahu hakikat dan sifat pengetahuan, sehingga kita dpt
menentukan sikap dan mempergunakannya dg semestinya. kien.Al-yzyan.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih